Jumat, 02 April 2010

Ringkas Cerita Perjalanan Catur Ku

Catur sekarang ini sudah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dariku. Ini adalah sebuah pilihan hidup yang membutuhkan konsekuensi dan akibat. Pertama kali aku kenal catur sekitar umur 11 tahun (kelas 6 SD) dari teman-teman satu RT ku. Waktu itu aku sering mengajak teman-temanku main catur. Karena baru belajar, mainnya pun masih berantakan cuma pakai teknik "asal pegang jalan". Berawal dari sinilah rasa ketertarikanku kepada permainan adu otak ini tumbuh. Akan tetapi aku baru mulai "belajar" catur secara serius 1 tahun kemudian yaitu ketika naik kelas 1 SMP (12 tahun). Dari sinilah kisah petualangan caturku dimulai........(lanjutkan membaca).

Masih teringat dalam ingatanku bulan Oktober 2003 menjadi titik awal kisah caturku. Ceritanya bermula di sore hari sehabis hujan reda aku diajak teman-temanku untuk bersepeda bersama. Kamipun sepakat bersepeda dan sesampainya di tanggul Desa Bugo mereka (Hepi dan Yoga) malah tidak mau meneruskan perjalanan dan memilih pulang serta meningggalkanku sendirian. Karena sudah terlanjur mengayuh pedal, akupun bersepeda sendirian keliling muter-muter Desa-desa lain. Setelah puas aku memutuskan pulang kerumah melewati Dusun Gidang. Dusun Gidang adalah bagian dari Desa Gidangelo. Jadi Desa Gidangelo dibagi menjadi dua dusun yaitu Dusun Gidang disebelah utara dan Dusun Ngelo disebelah selatan. Aku sendiri bertempat tinggal di Dusun Ngelo. Dalam perjalanan pulang itulah secara tidak sengaja aku melihat sekumpulan orang dewasa bermain catur di "brak" (tempat yang terbuat dari bambu yang cocok dibuat nebeng, ngobrol dan minum kopi : red). Karena tertarik aku singgah kesitu untuk menonton dan akhirnya aku diberi kesempatan main catur melawan anak muda yang pada akhirnya berakhir...........remis. Setelah selesai main aku pamit pulang karena sudah terlalu sore dan salah satu orang dewasa disitu berpesan kepadaku untuk mau bermain kembali kesitu. Dengan senang aku berjanji besok akan kembali main lagi kesitu.

Bulan-bulan itu (Oktober-November 2003) adalah hari puasa, dan waktu itu Presidennya A, Rahman Wakhid. Keputusan nasional saat itu adalah pada bulan puasa sekolah-sekolah diliburkan total 5 minggu full secara nasional. Ini jelas keadaan yang sangat mendukung bagiku. masa-masa full liburan aku habiskan main catur ke "padepokan" (:red) di Gidang yang tempatnya di Depan SDN Gidangelo 2. Mengebai lawanku disitu jangan salah, lawan-lawanku orang-orang dewasa semua. Walaupun aku masih 12 tahun (kelas 1 SMP) tapi aku sangat antusias untuk bisa mengalahkan mereka. Walaupun diawal-awal aku agak belepotan dihajar mereka tapi karena ketekunan dalam tempo 1 bulan saja keadaan berubah. Aku sudah bisa mengimbangi permainan mereka dan bahkan aku secara beranggsur-angsur unggul dari mereka, orang-orang dewasa itu.

Jarak dari rumahku ke Gidang tidak jauh, dengan naik sepeda bisa ditempuh selama 7 menit. Di Gidang inilah rasa cintaku kepada catur semakin mendalam ( wkwkwkwk gaje ni....). karena saking sukanya tiap hari aku selalu ke Gidang mulai pagi (kira-kira jam 6-8 pagi) terus main catur disitu sampai........Maghrib !!. Kalau lagi perlu, Dzuhur aku pulang ke rumah dulu untuk makan (waktu itu aku gag puasa....hikz......ketahuan gw (Q^Q)). Habis makan sebentar lalu kembali lagi kesono (kemana.....?). Tapi ini hal yang jarang, pualing seriinng aku dari pagi------> sore main catur disana sampai Maghrib, sampai lupa makan seharian pokoknya (beginilah kalau yang dipikirin cuma catur sampai lupa makan, gag napsu makan, dll). Memang disana mengasyikkan, orang-orang dewasa banyak yang berkumpul main catur. Caturnya aja ada banyak. Jadi betah disitu, main catur bareng (bergerombol), saling pukul, kayak tinju, cihuy....

Pengalaman yang berkesan sewaktu di Gidang adalah sewaktu nenek saya bosan melihat aku seperti "kuda lepas ekornya....ups-----lepas kendali maksudk. Tiap hari berangkat pagi pulang menjelang petang. Karena aku dimarahi nenek gak ngubris dan masih nekat terus.... akhirnya sepedaku di segel di rumah, intinya aku gag boleh kesana (T^T). Karena ambisiku untuk main catur besar, aku tetep nekatz ke Gidang jalan kaki ! Ya.....semua ini aku lakukan demi catur (aneh ni org). Hampir satu minggu aku PP (Pulang pergi) jurusan Ngelo-Gidang jalan kaki, aku jalani dengan semangat. Karena kasihan jalan terus ke Gidang , akhirnya nenekku membolehkan aku kembali naik sepeda....mantap...lanjut terus coy hahahah....ha....h. Pengalaman yang mengesankan lagi yaitu ketika once upon a day di sore hari hujan deras sekali, waktu itu aku masih di Gidang. sedangkan waktu udah semakiiin sore. Orang-orang disitu pada pulangm jadilah aku sendirian disana, didalam brak, tanpa teman, gak ada yang peduli, gak ada yang minjemi aku payung, belum lagi aku gag bawa sepeda (kareana saat itu masa-masanya sepedaku di segel nenek di rumah)----------> . Karena sudah sangat sore dan gag ada orang yang memperdulikan aku disitu (apes) akhirnya aku bertekad pulang ke rumah dengan menerjang hujan !!. Biar cepat sampai, aku tidak lewat jalan tapi lewat sawah yang agak luas. Ditengah2 hujan deras mnegguyur aku berjalan melewati sawah itu. Samapi dirumah tentu saja basah kuyub, lalu nenekku bilang seingatku begini : "bok, nang-nang, kuwe iku wes diprenahi wong tuwo ben ojo lungo kok ijeh lungo ae sik nang-nang, kuwe nganti udan-udanan koyo ngene ono opo, rasakno wes siprenahi wong tuo kok ijeh dablek". ada yang tau artinya gak >>>>>ini bahasa indonesia, kalo di bahasa jawakan jadi begini (le - le kamu itu udah dinasehati orang tua supaya jangan pergi-pergi terus kok masih saja pergi, kamu sampai hujan-hujannnan kayak bigini, rasakan karena gak mendengarkan omongannnya orang tua".